| Selamat datang di zona integritas BBKK Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Pelayanan Hari Senin - Jumat (kecuali hari libur dan tanggal merah) | Jam Pelayanan 08.00 - 16.00 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani | | Selamat datang di zona integritas BBKK Makassar | | Wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani | | Dilarang memberikan suap / gratifikasi dalam bentuk apapun | | Laporkan bila ada permintaan gratifikasi melalui menu WBS pada website ini | | Pelayanan Hari Senin - Jumat (kecuali hari libur dan tanggal merah) | Jam Pelayanan 08.00 - 16.00 | | Wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani |



KOLABORASI DIT SKK, BKK, BRIN DAN DINKES DALAM DETEKSI LEPTOSPIRA PADA TIKUS DI KABUPATEN MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT


Tikus merupakan binatang kosmoplitan atau dapat hidup di berbagai tempat mulai dari tempat yang jauh dari lingkungan manusia seperti di hutan (silvatik), hidup di luar rumah/sekitar pemukiman seperti lahan perkebunan, lahan pertanian maupun pekarangan rumah (peridomestik) dan tikus yang hidup di dalam rumah (domestik). Tikus sebagai binatang yang hidup liar apabila populasinya tinggi dapat membawa dampak negatif seperti dapat merusak tanaman pada pertanian dan perkebunan. Tikus juga sebagai binatang pengerat dapat merusak perabotan rumah bahkan kabel listrik. Selain itu tikus juga merupakan binatang pembawa penyakit antara lain Pes, Leptospirosis, Hantavirus  dan penyakit lainnya. Kehadiran tikus di lingkungan pemukiman merupakan potensi penularan penyakit pada masyarakat sehingga perlu dilakukan survei dan pengendalian apabila kepadatan populasinya tinggi.


Salah satu penyakit yang umum ditemukan adalah Leptospirosis yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri leptospira. Bakteri ini biasanya hidup dalam darah  dan ginjal tikus. Penularan dapat terjadi apabila air kencing atau darah tikus kontak dengan membran mukosa seperti mulut ataupun kontak dengan luka. Penularan Leptospirosis sering terjadi pada saat banjir dimana air kencing tikus yang ada dalam air yang tergenang sehingga menginfeksi manusia yang terdapat luka. Penularan juga dapat terjadi pada saat melakukan pembesihan rumah/pekarangan pasca banjir dan pada petani di sawah yang umumnya tidak menggunakan alas kaki.


Pada tanggal 6 sampai dengan 8 Oktober 2024 dilaksanakan kegiatan surveilans sentinel kepadatan tikus dan deteksi bakteri leptospira pada tikus di Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene. Surveilans sentinel ini  ini dilaksanakan oleh Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan (Dit SKK) Kemenkes RI untuk mendapatkan gambaran kepadatan populasi tikus dan tikus infektif bakteri Leptospira di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Majene.  melibatkan petugas sebanyak 9 orang dan kader kesehatan lingkungan yang terdiri dari Dit SKK 2 orang, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) 1 orang, Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan (BBKK) Makassar 2 orang, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 1 orang, Dinas Kesehatan Kabupaten Majene 1 orang, Puskesmas Lembang 2 orang  dan kader kesehatan lingkungan sebanyak 6 orang.


Kegiatan dimulai dengan pemasangan perangkap tikus pada rumah penduduk di Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Kabupaten Majene. Perangkap yang dipasang hari pertama  pada 75 rumah penduduk sebanyak 150 perangkap (luar rumah  75 perangkap dan dalam rumah 75 perangkap). Perangkap dipasang pada sore hari tanggal 6 Oktober 2024 dan diambil pada tanggal 7 Oktober 2024 mulai pukul 6.00 - 07.00 WITA. Hasil pemasangan perangkap pada hari pertama didapatkan tikus sebanyak 22 ekor masuk perangkap, namun lepas 3 ekor sehingga hasil tangkapan hari pertama sebanyak 19 tikus yang terdiri dari 8 ekor tikus berjenis kelamin jantan dan 11 ekor dengan jenis kelamin betina. Adapun spesies tikus yang didapatkan ada 2 yaitu spesies Rattus tanezumi sebanyak 4 ekor dan Rattus norvegicus sebanyak 15 ekor. Rattus tanezumi mempunyai habitat di dalam rumah (domestik) sedangkan Rattus norvegicus mempunyai habitat di luar rumah (Peridomestik) atau di saluran air sehingga disebut tikus tikus got.



Tikus yang berhasil ditangkap dilakukan proses mulai dari pembiusan, penyisiran, identifikasi, pembedahan, pengambilan sampel dan deteksi bakteri Leptospira dan Hantavirus dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) salah satu ruangan yang disiapkan di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Majene. Pembiusan dilakukan untuk melumpuhkan tikus sebelum proses selanjutnya, hal ini bertujuan agar dapat dilakukan perlakuan pada tikus dan tikus tidak meronta atau menggigit bahkan lepas.



Tikus yang sudah lumpuh dapat dilanjutkan dengan penyisiran tikus untuk mendapatkan pinjal tikus yang merupakan penular penyakit Pes. Tahap selanjutnya tikus diidentifikasi secara morfologi dengan melakukan pengukuran dan pengamatan visual. Pengukuran badan yaitu berat badan, panjang badan, panjang ekor, panjang telapak kaki, panjang telinga dan panjang testis (jantan). Adapun pengamatan visual berupa pengamatan warna rambut dan jenis rambut serta jumlah mammae (puting susu). Tikus yang sudah diidentifikasi dilakukan pembedahan untuk mengambil sampel berupa ginjal (identifikasi leptospira) dan paru paru (identifikasi hantavirus). Sampel leptospira diproses di lokasi dengan menggunakan alat PCR Portabble sedangkan sampel Hantavirus dikirim ke Balai Laboratorium Kesehatan Lingkungan Salatiga untuk pemeriksaan lebih lanjut. Proses deteksi bakteri leptospira dengan PCR didahului dengan Ektraksi DNA sebelum dimasukkan ke dalam alat PCR Portable dan setelah dimasukkan tinggal di-running lalu menunggu pembacaan hasil. Adapun hasil pemeriksaan pada hari pertama dari 19 sampel ginjal tikus yang diperiksa, sebanyak 10 sampel yang positif terinfeksi bakteri leptospira.


Pada hari kedua pemasangan perangkap tikus dilakukan pada sore hari tanggal 7 Oktober 2024 dan diambil pada pagi hari tanggal 8 Oktober 2024. Pada hari kedua jumlah perangkap yang terpasang juga sebanyak 150 perangkap, jadi total perangkap terpasang selama 2 hari sebanyak 300 perangkap. Tikus tertangkap pada hari kedua  sebanyak  18 ekor dan lepas lima ekor tersisa 13 ekor yang terdiri dari 6 ekor jantan dan 7 ekor betina, spesies tikus yang didapatkan sebanyak 4 ekor spesies Rattus tanezumi dan 9 ekor Rattus norvegicus. Hasil PCR tikus pada hari kedua dari 13 sampel yang diperiksa ditemukan  sebanyak 6 sampel positif.


Total tikus tertangkap pada pemasangan 300 perangkap selama 2 hari yaitu sebanyak 32 ekor dengan Succes Trap 10,67%. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 2 tahun 2023 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan disebutkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Succes Trap pada tikus adalah <1%. Jika Succes Trap yang didapatkan dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Kesehatan lingkungan maka hasil pemasangan perangkap di Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene tidak memenuhi standar dan berpotensi terjadi penularan penyakit Leptospirosis sehingga perlu dilakukan pengendalian.


Adapun hasil pemeriksaan PCR pada hari kedua didapatkan dari 13 sampel, sebanyak 6 sampel positif. Total hasil PCR yang positif sebanyak 16 sampel dari 32 sampel (50%). Hasil pemeriksaan PCR juga ditemukan tikus yang terinfeksi bakteri leptospira tidak memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan pada Permenkes nomor 2 tahun 2023 yaitu tikus yang mengandung patogen virus/bakteri/parasit adalah 0. Hasil pemeriksaan PCR semakin menguatkan adanya potensi penularan penyakit Leptospirosis di lokasi survei.


KOMENTAR

Farida Dwi Handayani
Oct 10, 2024 2:57 AM

Kolaborasi sinergis seperti ini yang kita perlukan demi kesehatan masyarakat Indonesia. Sukses terus BBKK Makassar dan team SKK Kemenkes..dengan senang hati saya tunggu zoom santai kita berdiskusi????

Tinggalkan Pesan