KOLABORASI DIT SKK, BKK, BRIN DAN DINKES DALAM DETEKSI LEPTOSPIRA PADA TIKUS DI KABUPATEN MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT
Tikus merupakan binatang
kosmoplitan atau dapat hidup di berbagai tempat mulai dari tempat yang jauh
dari lingkungan manusia seperti di hutan (silvatik), hidup di luar
rumah/sekitar pemukiman seperti lahan perkebunan, lahan pertanian maupun
pekarangan rumah (peridomestik) dan tikus yang hidup di dalam rumah (domestik).
Tikus sebagai binatang yang hidup liar apabila populasinya tinggi dapat membawa
dampak negatif seperti dapat merusak tanaman pada pertanian dan perkebunan.
Tikus juga sebagai binatang pengerat dapat merusak perabotan rumah bahkan kabel
listrik. Selain itu tikus juga merupakan binatang pembawa penyakit antara lain
Pes, Leptospirosis, Hantavirus dan
penyakit lainnya. Kehadiran tikus di lingkungan pemukiman merupakan potensi
penularan penyakit pada masyarakat sehingga perlu dilakukan survei dan
pengendalian apabila kepadatan populasinya tinggi.
Salah satu penyakit yang umum
ditemukan adalah Leptospirosis yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri leptospira. Bakteri ini biasanya hidup
dalam darah dan ginjal tikus. Penularan
dapat terjadi apabila air kencing atau darah tikus kontak dengan membran mukosa
seperti mulut ataupun kontak dengan luka. Penularan Leptospirosis sering
terjadi pada saat banjir dimana air kencing tikus yang ada dalam air yang
tergenang sehingga menginfeksi manusia yang terdapat luka. Penularan juga dapat
terjadi pada saat melakukan pembesihan rumah/pekarangan pasca banjir dan pada
petani di sawah yang umumnya tidak menggunakan alas kaki.
Pada tanggal 6 sampai
dengan 8 Oktober 2024 dilaksanakan kegiatan surveilans sentinel kepadatan tikus
dan deteksi bakteri leptospira pada
tikus di Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene. Surveilans
sentinel ini ini dilaksanakan oleh
Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan (Dit SKK) Kemenkes RI untuk
mendapatkan gambaran kepadatan populasi tikus dan tikus infektif bakteri
Leptospira di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Majene. melibatkan petugas sebanyak 9 orang dan kader
kesehatan lingkungan yang terdiri dari Dit SKK 2 orang, Badan Riset dan Inovasi
Nasional (BRIN) 1 orang, Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan (BBKK) Makassar 2
orang, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 1 orang, Dinas Kesehatan
Kabupaten Majene 1 orang, Puskesmas Lembang 2 orang dan kader kesehatan lingkungan sebanyak 6
orang.
Kegiatan
dimulai dengan pemasangan perangkap tikus pada rumah penduduk di Kelurahan
Labuang Kecamatan Banggae Kabupaten Majene. Perangkap yang dipasang hari
pertama pada 75 rumah penduduk sebanyak
150 perangkap (luar rumah 75 perangkap
dan dalam rumah 75 perangkap). Perangkap dipasang pada sore hari tanggal 6
Oktober 2024 dan diambil pada tanggal 7 Oktober 2024 mulai pukul 6.00 - 07.00
WITA. Hasil pemasangan perangkap pada hari pertama didapatkan tikus sebanyak 22
ekor masuk perangkap, namun lepas 3 ekor sehingga hasil tangkapan hari pertama
sebanyak 19 tikus yang terdiri dari 8 ekor tikus berjenis kelamin jantan dan 11
ekor dengan jenis kelamin betina. Adapun spesies tikus yang didapatkan ada 2
yaitu spesies Rattus tanezumi sebanyak 4 ekor dan Rattus norvegicus
sebanyak 15 ekor. Rattus tanezumi mempunyai habitat di dalam rumah
(domestik) sedangkan Rattus norvegicus mempunyai habitat di luar rumah
(Peridomestik) atau di saluran air sehingga disebut tikus tikus got.
Tikus yang berhasil ditangkap
dilakukan proses mulai dari pembiusan, penyisiran, identifikasi, pembedahan,
pengambilan sampel dan deteksi bakteri Leptospira dan Hantavirus dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) salah satu ruangan yang disiapkan di kantor Dinas
Kesehatan Kabupaten Majene. Pembiusan dilakukan untuk melumpuhkan tikus sebelum
proses selanjutnya, hal ini bertujuan agar dapat dilakukan perlakuan pada tikus
dan tikus tidak meronta atau menggigit bahkan lepas.
Tikus yang sudah lumpuh dapat dilanjutkan dengan
penyisiran tikus untuk mendapatkan pinjal tikus yang merupakan penular penyakit
Pes. Tahap selanjutnya tikus diidentifikasi secara morfologi dengan melakukan
pengukuran dan pengamatan visual. Pengukuran badan yaitu berat badan, panjang
badan, panjang ekor, panjang telapak kaki, panjang telinga dan panjang testis
(jantan). Adapun pengamatan visual berupa pengamatan warna rambut dan jenis
rambut serta jumlah mammae (puting susu). Tikus yang sudah
diidentifikasi dilakukan pembedahan untuk mengambil sampel berupa ginjal
(identifikasi leptospira) dan paru paru (identifikasi hantavirus).
Sampel leptospira diproses di lokasi
dengan menggunakan alat PCR Portabble sedangkan sampel Hantavirus
dikirim ke Balai Laboratorium Kesehatan Lingkungan Salatiga untuk pemeriksaan
lebih lanjut. Proses deteksi bakteri leptospira
dengan PCR didahului dengan Ektraksi DNA sebelum dimasukkan ke dalam
alat PCR Portable dan setelah dimasukkan tinggal di-running lalu
menunggu pembacaan hasil. Adapun hasil pemeriksaan pada hari pertama dari 19
sampel ginjal tikus yang diperiksa, sebanyak 10 sampel yang positif terinfeksi
bakteri leptospira.
Pada hari kedua pemasangan perangkap tikus
dilakukan pada sore hari tanggal 7 Oktober 2024 dan diambil pada pagi hari
tanggal 8 Oktober 2024. Pada hari kedua jumlah perangkap yang terpasang juga
sebanyak 150 perangkap, jadi total perangkap terpasang selama 2 hari sebanyak
300 perangkap. Tikus tertangkap pada hari kedua
sebanyak 18 ekor dan lepas lima
ekor tersisa 13 ekor yang terdiri dari 6 ekor jantan dan 7 ekor betina, spesies
tikus yang didapatkan sebanyak 4 ekor spesies Rattus tanezumi dan 9 ekor
Rattus norvegicus. Hasil PCR tikus pada hari kedua dari 13 sampel yang
diperiksa ditemukan sebanyak 6 sampel
positif.
Total tikus tertangkap pada pemasangan 300
perangkap selama 2 hari yaitu sebanyak 32 ekor dengan Succes Trap 10,67%.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 2 tahun 2023 tentang pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
disebutkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Succes Trap pada tikus adalah
<1%. Jika Succes Trap yang didapatkan dibandingkan dengan Standar
Baku Mutu Kesehatan lingkungan maka hasil pemasangan perangkap di Kelurahan
Labuang Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene tidak memenuhi standar dan berpotensi
terjadi penularan penyakit Leptospirosis sehingga perlu dilakukan pengendalian.
Adapun hasil pemeriksaan PCR pada hari kedua
didapatkan dari 13 sampel, sebanyak 6 sampel positif. Total hasil PCR yang
positif sebanyak 16 sampel dari 32 sampel (50%). Hasil pemeriksaan PCR juga
ditemukan tikus yang terinfeksi bakteri leptospira
tidak memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan pada Permenkes nomor 2
tahun 2023 yaitu tikus yang mengandung patogen virus/bakteri/parasit adalah 0.
Hasil pemeriksaan PCR semakin menguatkan adanya potensi penularan penyakit
Leptospirosis di lokasi survei.